Jangan Ragu Untuk Memulai, Jangan Takut Untuk Mengakhiri Dan Jangan Lelah Untuk Mencari

Tempatkan Senyum Dalam Setiap Langkah

Sinari Amal Dengan Niat Ikhlas

Yakinlah! Semua Akan Indah Pada Waktunya

Karena Orang Yang Paling Bahagia Di Dunia Ini Adalah Orang Yang Bisa Menciptakan Kebahagiaan

MUSLIMAH

MUSLIMAH

Jumat, 02 Desember 2011

MENGAPA MERAPI ? (cerpen)

Entah mengapa hari ini aku benar-benar gerah. Cuaca di luar sangat panas. Aku melirik termometer dinding di dekat pintu masuk ruang kerjaku.
“ Astaga! Pantasan aja aku kayak onta kekeringan di Padang Pasir.. Ternyata suhu ruangannya sampai 38  C. mana AC-nya rusak lagi.. Aduh bener-bener dech.. Hufft !! “ aku Gina.
Aku menghempaskan diri di sofa dekat meja kerjaku. Tiba-tiba...
“ Ya Allah.. Apa aku beneran ada di Padang Pasir ya ? Kok, aku ngeliat fatamorgananya Andis bawa minuman dingin sih. Wah segernya ! ”
“ Woee ! “ Andis menjitak kepalaku. “ Ngapain ngelototin gue kayak gitu, lo pikir gue hantu apa ? “
“ Ya ampun. Fatamorgananya bisa ngejitak kepala aku.“ aku masih melongo dan sibuk dengan halusinasiku sendiri.
“ What ? Fatamorgana ? Astagfirullah al’adzim. Gina.. Sadar dong, gue Andis.“ Andis menepuk-nepuk pipiku hingga aku tersadar.
“ Oh, Andis. Kirain aku ngeliat fatamorgana. Habisnya cuacanya panas banget sih. “
“ Ya.. Lo sih, betah banget di sini. Udah kayak bebek panggang tau nggak sih. Liat dong gue. Di saat seperti ini, kita tuh harus cari sesuatu yang buat diri kita fresh dan nyaman. Kayak lemon tea ini nih." Andis memperlihatkan gelas berukuran besar yang berisi lemon tea.
“ Wahh ! Bagi dong..“ aku tergiur.
“ Nggak, ambil sendiri sana. Mbak Tuti bikin banyak kok. “
“ Dasar pelit ! “, kataku seraya berdiri.
“ Biarin ! “, serunya sambil memonyongkan mulut.
Aku berlalu begitu saja tanpa menghiraukan cibiran Andis. Mungkin karena aku udah ngerasa dehidrasi banget. Tapi, nggak mengherankan juga sih. Biasanya juga kayak gitu kalau ketemu sama Andis udah kayak kucing dan anjing. Nggak pernah akur, malah berantem melulu. Tapi, hal itu juga yang membuat kami dekat.
Dua menit menunggu bukanlah waktu yang sebentar bagi orang yang sedang kehausan seperti aku. Bagiku ini sama saja dengan antri berjam-jam di supermarket untuk membayar belanjaan. Uhh, Lebay !! Tapi, aku udah benar-benar nggak tahan. Akhirnya, dapat juga. Dan aku kembali menemui Andis di ruanganku sambil membawa gelas berisi lemon tea yang tidak kalah besar dengan milik Andis. Yah, tapi besaran aku sih. Palingan.. tingginya beda 1 cm (Kurang kerjaan, ngukur gelas).
Tapi, baru beberapa tegukan, aku sudah dikejutkan oleh Nico yang tiba-tiba melabrak pintu ruanganku.
“ Guyss ! Gawat.. Gawat banget !! “, Nico terlihat ngos-ngosan.
“ Nico, Nico, Nico.. Tenang ya ? Oke.. Sekarang tarik napas sedalam-dalamnya terus cerita sama kita, apanya yang gawat sih ? “ Andis menenangkan Nico. Hmm, dia memang ahli dalam hal itu. Dan karena itu juga dia diterima kerja di sini.
Nico mengikuti arahan Andis. Dia terlihat sangat syok dan panik. Wajahnya pucat. Dan sekarang Nico sudah mulai tenang.
“ Sebenarnya ada apa sih ? “ tanyaku.
“ Teman-teman ! Tadi, gue terima telepon dari kantor pusat LSM di Yogya. Mereka bilang kalau status Merapi saat ini sudah AWAS ! Dan mereka minta bantuan kita buat menghimpun relawan secepatnya karena jumlah mereka nggak mencukupi.. Begitu juga ambulance serta obat-obatannya. Rencananya aku dan Tomy akan berangkat ke sana sekarang. Kita nggak mungkin nunggu sampai semua relawan berkumpul karena sepertinya mereka udah butuh banget. “
“ Innalillah.. “ ucapku dan Andis secara bersamaan.
“ So, gimana ? Mau ikut ? “
“ Cuma kita berempat ? “ tanyaku agak ragu.
“ Iya.. Mau nggak mau kita harus ke sana nanti dan jadi relawan pertama. Setelah sampai di sana, kita akan ngabarin teman-teman di kantor, untuk ngirimin keperluan penyelamatan dan kebutuhan korban dan pengungsi. “
“ Ya udah, aku ikut ! “ jawab Andis dengan tegas. Baru kali ini aku melihat dia begitu spontan dan bersemangat.
“ Aku juga ! “ aku pun tidak ingin kalah.
“ Bagus ! Come on, Girls. Kita nggak boleh membuang-buang waktu. “
Nico bergegas keluar diikuti Andis di belakangnya, sementara aku segera berkemas. ‘Ya Allah.. baru kali ini aku mendapat tugas yang sangat berat seperti ini. Aku mohon ridha dan bantuanmu Ya Allah.. Berilah keselamatan kepada kami semua dan orang-orang yang ada di sana Ya Allah..’, gumamku dalam hati. Itulah do’aku.
Aku berlari menghampiri Andis di ruangannya. “ Gimana ? Udah siap ? “
Dia menyunggingkan senyum simpul. “ Insya Allah, udah. Ayo, Nico dan Tomy udah nunggu kita di mobil. “
Perjalanan pun dimulai. Aku sempat menelepon Ibuku tadi. Beliau sempat kaget dan melarang. Tapi, karena aku udah ada di perjalanan dan karena tuntutan tugas, beliau akhirnya mengerti dan mengizinkanku pergi. Tidak berbeda denganku, Andis pun mendapat respon yang sama dari ibunya. Tapi toh, akhirnya sama saja.
Kami membawa cukup banyak persedian masker dan obat-obatan di bagasi mobil. Tomy yang mengemudi. Ngebut !! Aku dan Andis sempat was-was. Jangan-jangan, sebelum sampai ke sana, kami sudah masuk rumah sakit duluan. Dan kelihatannya Nico yang sudah sering bersama Tomy hanya bersantai dan duduk manis di sampingnya. Maklum, katanya Tomy itu pembalap tulen. Ihh, ngeri banget bisa tugas sama Tomy tiap hari, bisa-bisa suatu saat aku jadi santapan empuknya aspal atau jurang. Perjalanan yang di tempuh antara Bandung dan Yogyakarta  biasanya memakan waktu sekitar 5 jam, tapi berhubung sekarang perjalanannya luar biasa.. jadi waktunya disingkat menjadi 3 jam. Gila !!
“ Hmm, akhirnya sampai juga. “ ucap Nico.
“ Wah, gila lo Tom. Jantung gue hampir copot, tau nggak sih ?  “ bentakku sebel.
“ Iya nih, nyantai aja kenapa sih ? “ Andis mendukungku.
“ Sorry.. Kita kan buru-buru, jadi jalannya nggak boleh santai. “
“ Iya.. Tapi, nggak gitu juga kali ! “ balasku masih marah.
Tomy, orangnya memang cuek banget. Beda sama Nico dan teman-teman cowok lainnya di LSM. Sebenarnya dia itu yang paling baik dan dermawan, nggak pelit lagi. Tapi dingin banget sama cewek. Nggak tau deh kenapa ? Cuma satu hal yang aku tau tentang dia, ‘Suka Ngebut’.
“ Udah temen-temen. Kita ke sini buat nolongin orang. Bukan berantem. Oke ? Nico menenangkan kami.
Seseorang datang menghampiri kami. “ Halo ! Selamat sore ? Ada yang bisa saya bantu?“
“ Selamat sore ! Saya Tomy Herwanto dari LSM Bandung. Dan mereka adalah teman-teman saya. Tadi siang kami menerima telepon dari kantor pusat LSM Yogyakarta, katanya mereka membutuhkan relawan tambahan dan ambulance serta obat-obatan. Dan kami baru membawa masker dan sedikit obat-obatan. Maaf.. munkin bantuannya agak terlambat dan akan datang besok pagi karena kami juga harus menghimpun dana dan relawan serta menghubungi pihak pemerintah terlebih dahulu. “
“ Oh, tidak apa-apa. Oya, saya Firman anggota LSM di sini. Baiklah, kebetulan saya di tugaskan untuk mengantar kalian ke Desa Kinahrejo di lereng Gunung Merapi.Sekarang daerah itu sudah termasuk zona rawan dan warganya harus segera diungsikan. Jadi, kita berangkat sekarang ? “
“ Baik. Ayo ! “ ajak Tomy.
Di dalam mobil aku, Andis dan Nico sempat bercakap-cakap dengan Firman. Katanya sih, Desa Kinahrejo yang sedang kami tuju itu adalah tempat tinggalnya Mbah Maridjan, Juru Kunci Merapi yang terkenal pada tahun 2006 silam karena berhasil bertahan pada saat Merapi dikabarkan akan meletus. Dan seingat aku, Mbah Maridjan itu sering muncul di iklan sebuah minuman energi di televisi. Kalau nggak salah dia punya istilah. Roso !!
Akhirnya kami tiba di Desa Kinahrejo. Begitu indah dan asri, sayang kalu harus di sapu oleh awan panas atau yang biasa dijuluki warga sekitar Wedus Gembel. Tinggi banget temperatur suhunya. Pantasan aja tadi siang panas banget, jadi anginnya dari sini ya ? Tanpa pikir panjang kami segera turun dan mendatangi setiap rumah-rumah yang masih dihuni oleh pemiliknya. Kami pun berpencar. Aku dan Nico, sedangkan Andis bersama dengan Tomy dan Firman.
Aku dan Nico sudah memperingatkan dan menghimbau semua warga agar segera mengungsi. Kami telah menemukan satu mobil truk yang disediakan untuk para pengungsi. Kami segera mengantar mereka menuju truk tersebut. Satu truk sudah berangkat, masih ada sekitar 30 warga yang tersisa. Aku dan Nico mencari satu truk lagi dan  kami menemukannya. Setelah semua warga naik ke truk, kami mencari Tomy,Andis dan Firman. Tugas mereka mengungsikan wilayah selatan Desa Kinahrejo tepat di lereng yang terdekat dari Gunung Merapi sedangkan kami di wilayah utara. Tiba-tiba handphone Nico berbunyi.
“ Halo ? Lo dimana Tom ? “ Nico menerima telepon dari Tomy.
“ Aku lagi ada dirumah Mbah Maridjan. Ya udah sekarang kamu ke sini ya ? “
“ Caranya gimana ? gue nggak tau jalan ? “
“ Gini, kamu lewat jalan utama lurus aja, ada perempatan, belok kiri jalan aja di situ ada
mobil kita yang lagi parkir, ke sana aja. Oke ? “
“ OK “ Nico menutup teleponnya dengan ragu-ragu.
“ Kita kemana sekarang ? “ tanyaku khawatir. Aku udah benar-benar takut sekarang.
“ Kita ke tempatnya Tomy, ke rumah Mbah Maridjan. “
“ Ya udah.. “ jawabku pasrah.
Setelah sempat kebingungan mencari arah, kami akhirnya menemukan mobil Tomy yang terparkir di depan rumah Mbah. Kami pun menerobos masuk. Di dalam, keadaan hening sekali seperti sudah tidak berpenghuni, padahal di sana berkumpul beberapa keluarga Mbah dan teman-teman dari LSM.
“ Teman-teman ! Ada apa ?  “ tanyaku.
Andis berbisik kepadaku. “ Mbah nggak mau diungsikan, begitu juga dengan istri dan keluarga yang lainnya.. “
“ Tapi, kenapa ? “
“ Seperti kita, dia setia pada tugasnya.. “
Tanpa sadar air mataku perlahan jatuh kemudian bercucuran mendengar jawaban Andis yang begitu polos. Aku berlari menuju arah Mbah, lalu memegang erat lengannya dan tanpa sadar aku mulai terbawa emosi sehingga aku mengguncang-guncang tubuh tua renta itu cukup keras. Aku gemetaran dan frustasi.
“ Kenapa Mbah ? “ aku mulai bertanya dan menatap wajahnya yang lugu dan berkeriput.
Tapi, apa yang kudapat ? Jawaban yang tidak jelas. Ternyata Mbah tidak pandai berbahasa Indonesia hanya berbahasa Jawa dan aku nggak tahu banyak mengenai bahasa Jawa. Tapi, yang kudengar dari Firman, Mbah tetap ingin tinggal di rumahnya. Bagaimana pun, dia belum mendapat izin dari Sultan Hamengkubuwono X untuk meninggalkan Merapi. Sepertinya alasan itulah yang menghalangi Mbah meninggalkan rumahnya untuk mengungsi dan itu mulai masuk akal bagiku. Aku mengerti, betapa berartinya sebuah tugas bagi orang kepercayaan. Dan itu pula yang sedang diperjuangkan Mbah.
Tapi, aku tidak berhenti sampai di situ. Aku mulai mengajak keluarganya mengungsi, setidaknya mereka harus diselamatkan dan mereka tidak mempunyai alasan yang cukup jelas seperti Mbah. Mereka tidak mempunyai amanah yang harus dilaksanakan seperti Mbah. Firman baru saja menerima telepon.
“ Teman-teman ! Kita harus pergi. 30 menit lagi, Merapi akan meletus. Dan radius rawannya sekitar 8-10 km. “ kata Firman terlihat panik.
Aku pun ikutan panik. Dan akhirnya hati istri Mbah mulai luluh karena tangisanku. Entah bagaimana ekspresi wajahku waktu itu. Panik, takut, syok dan gerah bercampur menjadi satu dalam pikiranku yang sudah sejak tadi frustasi.
Sekarang kami dalam perjalanan ke Posko Pengungsian. Kami terpaksa meninggalkan Mbah sendiri di rumahnya karena kami mengerti. Sebenarnya masih banyak warga sekitar yang tidak mau mengungsi dan kami juga tidak berhak memaksa mereka. Katanya, mereka sudah pasrah dengan apa yang direncanakan Allah. Kalau sudah begitu, kami tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
Kami pun tiba 10 menit kemudian. Rasa lelah langsung menerjang tubuhku. Aku serasa
meleleh oleh hawa panas di sekitar Posko. Aku pun berbaring di bawah sebuah tenda dan mulai mengelap air mata dan keringat yang tidak henti-hentinya bercucuran tadi. Tanpa sengaja, mataku menangkap ekspresi penyesalan dalam wajah Tomy dan Andis malah ikut-ikutan. Aku pun memaksakan diri untuk bangun.
“ Kalian kenapa ? Kok, nggak tenang gitu sih ? “ aku bertanya kepada Tomy dan Andis.
“ Gue kasian sama Mbah.” jawab Andis sambil menahan air mata jatuh ke pipinya.
Dia begitu tegar dan kuat, tidak seperti aku, cepat menyerah pada keadaan dan selalu takut kepada sesuatu buruk yang akan menimpaku. Di saat seperti ini dia masih peduli kepada orang lain, sedangkan aku hanya mementingkan diriku sendiri. Aku jadi iri padanya.
“ Seharusnya tadi aku nggak ninggalin Mbah. “ Tomy merusak lamunanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar