Jangan Ragu Untuk Memulai, Jangan Takut Untuk Mengakhiri Dan Jangan Lelah Untuk Mencari

Tempatkan Senyum Dalam Setiap Langkah

Sinari Amal Dengan Niat Ikhlas

Yakinlah! Semua Akan Indah Pada Waktunya

Karena Orang Yang Paling Bahagia Di Dunia Ini Adalah Orang Yang Bisa Menciptakan Kebahagiaan

MUSLIMAH

MUSLIMAH

Jumat, 19 Oktober 2012

My Dakwah....



Sepenggal kisah ini kupersembahkan untuk saudara-saudariku yang sedang berjuang menuntut ilmu di negeri rantau
Berharap kisah ini bisa membawa kalian menjelajahi, merasakan dan memetik banyak hikmah, berkah serta kebaikan dari pengalaman hidup sebagai orang asing
Simaklah kisah, tentang....


HIJRAHKU

H
idup adalah perjuangan. Benar! Hari itu aku datang sebagai orang baru di tanah yang baru. Awal hidup yang terik kumulai di negeri rantau ini. Makassar. Nama kota itu sangat familiar namun liar. Kota bagiku adalah hal yang asing. Sangat asing. Aku sendiri berasal dari tempat yang jaraknya berpuluh-puluh mil dari bumi tempatku berpijak sekarang. Perlu perjuangan keras melawan beribu ombak dan terpaan badai yang sesekali berkunjung di tengah lautan. Aku datang dari sebuah pulau mungil yang terkenal dengan panorama alamnya yang Subhanallah indah... Ternate. Itulah nama daerah kelahiranku yang selama ini selalu kubangga-banggakan.
Sebelum keberangkatanku ke Makassar, aku sempat mengalami beberapa problema hidup. Mulai dari orang tua yang masih ragu melepasku hingga berbagai prasangka yang beredar di kalangan warga kampung. Aku yang kata orang masih ingusan seperti semut mana mungkin dapat bertahan di belantara yang dipenuhi pemangsa seperti kota Makassar. Tapi tahukah kawan? Dari sekian banyak makhluk belantara, semut kecillah yang tak pernah dilirik sedikit pun oleh harimau yang ganas, buaya yang kelaparan, serigala yang mengaung ataupun predator lainnya. Semut kecil terjaga karena kecerdasan, ketenangan dan kerja samanya dengan kawanannya. Dengan segala harap, aku sangat ingin menjadi semut itu. Walaupun aku terlahir sendiri di belantara ini, tapi aku yakin akan menemukan kawananku kelak. Aku akan mencari mereka. Aku punya tekad yang kuat. Dan kurasa itu adalah awal yang baik. Yah, itu lebih dari cukup buatku.
Pada akhirnya optimisme mengantarkanku pada kerelaan orang tua melepasku untuk menuntut ilmu di rantau orang. Awal September 2009 merupakan langkah awal dan lembaran baru bagi kehidupanku di dunia kampus. Aku berhasil lulus dalam tes tertulis, wawancara dan kesehatan yang ujiankan oleh pihak institusi. Aku memilih program studi favoritku, DIII Farmasi.
Seperti kampus-kampus lain, sebelum benar-benar resmi menjadi mahasiswa di kampus, rintangan pertama yang harus aku lalui adalah ospek. Kata itu begitu seram terdengar di telinga para Maba. Berbagai cerita dan pengalaman dari senior-senior cukup membuat bulu kuduk merinding. Ngeri! Aku mencoba menabahkan diri. Jalan ini adalah pilihanku, apapun yang terjadi aku memiliki tanggungjawab terhadap diriku sendiri. Tapi apa yang terjadi selanjutnya benar-benar di luar dugaan. Aku tak pernah merasakan perasaan selega ini. Saat ospek, tak seorang pun dari seniorku yang berani menyentuh ataupun melakukan hal tak senonoh terhadap para Maba. Subhanallah.. Sangat jauh dari prasangka burukku. Aku tahu telah berdosa kepada mereka. Maaf kakak... Kupandangi wajah-wajah teduh mereka satu per satu. Dari mata mereka tersirat sebuah cahaya yang menyilaukan hati. Dari tutur kata mereka terdapat sebuah bahasa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Ternyata di belantara ini, ada sekawanan semut yang serupa denganku. Aku penasaran.
Seminggu kemudian, aku kembali bertemu dengan sosok-sosok itu. Mereka memasuki kelas-kelas Maba untuk mengajak kami bersilaturahmi dengan mereka. Senyum itu nampak lagi. Senyum dari wajah anggun perempuan berpakaian longgar dengan jilbab yang menjuntai panjang. Senyum dari wajah tenang laki-laki berjenggot dengan celana menggantung di atas tumit. MasyaAllah..
Mau! Tentu saja aku mau memenuhi undangan mereka. Undangan untuk bersilaturahim bersama aktivis dakwah kampus. Walaupun kata ‘dakwah’ itu sedikit membuatku ‘alergi’ tapi jika bersama mereka, aku mau. Maka kudatangi tempat yang menjadi sasaran kegiatan silaturahim itu. Sambil duduk tenang sendiri aku menanti satu per satu peserta datang. Jumlahnya lumayan juga. Acara pun dimulai beberapa menit kemudian. Di awali dengan pembukaan hingga materi singkat yang menarik dan menggetarkan hati. Pada akhirnya tibalah saat pembagian yang kata kakak-kakak itu adalah lingkaran-lingkaran ajaib. Lingkaran majelis. Lingkaran tarbiyah. Aku masih ingat. Waktu itu aku masih Amma dan tidak paham agama sama sekali, namun aku  memberanikan diri untuk bergabung. Awalnya aku hanya merasa tentram ketika berada di dekat mereka, terutama di dekat kakak senior akhwat yang nantinya menjadi murabbi atau guruku. Tanpa kusadari, ternyata inilah awal langkahku menemukan kawanan yang selama ini kucari-cari. Kawanan semut. Kawanan dakwahku.
Perlahan-lahan aku mulai mempelajari Islam lebih dalam bersama mereka. Aku mulai mengerti betapa urgennya shalat. Hal yang selama ini paling sulit kukerjakan dan paling banyak bolongnya. Dengan sedikit ide gila yang tiba-tiba menjelma di kepalaku, aku mengambil inisiatif untuk menuliskan sebuah kata motivasi berukuran besar di depan pintu kamarku. Bunyinya seperti ini, “Ingat shalat 5 waktu! Kalau tidak, ingat iblis berkumpul di hati dan pikiran. Waspada, aura jahat menyerangmu!” Aku tidak tahu apakah peringatan itu menyeramkan atau sebaliknya malah menggelikan. Yang pasti setiap orang yang membacanya akan terkekeh. Tapi itu menjadi penyemangat bagiku. Teguran dari makhluk tak bernyawa. Karenanya, sedikit demi sedikit aku mulai memperhatikan shalatku. Selanjutnya anjuran murabbiku untuk melaksanakan amal yaumiyah. Loh, apa lagi itu? Amal yaumiyah adalah amalan sunnah harian. Shalat tahajud, shalat dhuha, puasa senin-kamis, sedekah, sampai tilawah Al-Qur’an. Pada mulanya terasa semakin berat untuk melakukan itu semua dan hampir aku berputus asa. Tapi kemudian, segaris kalimat dilontarkan dan sempat terlintas di telingaku. “Amal ibadah wajib menunjukkan ketaatanmu kepada Rabb, akan tetapi amal ibadah sunnah menunjukkan kecintaanmu kepada-Nya (kepada Allah SWT). Karena tidak banyak orang yang akan melaksanakan amalan sunnah itu, dari sisi itulah Dia melihat kesungguhan cinta hamba-Nya kepada-Nya.” Subhanallah.. Hatiku terketuk lagi. Ya Allah, akan kubuktikan cinta murniku kepada-Mu.
Dari segi pakaian, aku yang pada dasarnya sangat tidak care dengan benda bernama rok perlahan-lahan mulai mengenakannya. Bajuku yang dulunya ketat mulai kulonggarkan. Jilbab yang mulanya hanya kupakai sebagai hiasan kepala, kini telah menjadi bagian penting dari kepala dan auratku. Aku juga telah menjulurkannya hingga menutupi dada. Kakiku yang awalnya hanya dibalut sepatu karet, sekarang sudah mulai tertutupi oleh kaos kaki sebetis. Dengan perubahanku, aku belum berani mengatakan diriku sebagai akhwat sempurna. Bagaimanapun juga manusia tetaplah mempunyai kekurangan. Tapi aku akan berusaha menjadi yang terbaik.
Hari demi hari telah kulalui di medan juang ini. Semangatku tetap membara dan semakin berkobar di kala aku menerima undangan pembentukan kepanitiaan untuk melaksanakan program kerja dan agenda dakwah selanjutnya. Walaupun sempat kewalahan memanage waktu antara kegiatan akademik dan organisasi, tapi alhamdulillah, Allah selalu punya kejutan unik untuk hamba-Nya. Dialah yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk makhluk kesayangan-Nya ini. Terkadang aku menerima kritikan dari teman-temanku. Katanya, “Untuk apa berorganisasi? Itu hanya membuang-buang waktu. Belum lagi hanya kelelahan yang akan kau dapatkan. Lalu bagaimana dengan tugas-tugas kuliah yang kau telantarkan?” Menerima ungkapan itu, aku hanya tersenyum. Belum tahu dia ukhuwah kami. Justru aku akan merasa sangat terpuruk ketika sehari saja tidak menatap senyum tulus mereka, tidak berbagi cerita dengan mereka, tidak mendengar tauzih menentramkan dan banyak lagi hal menarik tentang dakwah tercinta ini. Mereka adalah keluarga, sahabat sekaligus penguat di saat dunia tak berpihak kepadaku, menjadi sandaran ketika pundak ini mulai melemah, menjadi tongkat saat kaki letih ini tak mampu berpijak, menjadi penenang ketika derai air mata bercucuran tak  berdaya.
Aku bukannya ingin menyombongkan diri maupun teman-teman dakwahku. Tapi fakta berbicara, selama ini yang kulihat kebanyakan dari golongan kamilah yang mengukir prestasi-prestasi gemilang dari sudut akademik maupun non akademik. Bahkan diantara senior-senior yang telah menamatkan pendidikannya, ada beberapa orang yang berhasil mencapai predikat KUMLAUD saat wisuda.
Memang! Menjadi seorang aktivis dakwah bukanlah hal mudah, tapi juga tidak sulit. Bukan hal mudah karena dia membutuhkan pengorbanan. Mulai dari harta, jiwa, raga, waktu, pikiran bahkan perhatian kita. Namun juga tidak sulit karena dakwah adalah pekerjaan cinta. Orang yang sedang jatuh cinta, segalanya akan menjadi lebih mudah baginya. Cinta kepada yang makruf. Cinta kepada Allah SWT., Rasulullah SAW., dan perkataan beliau berdua (Al-Qur’an & As-Sunnah). Dan tentu saja yang menjadi pekerjaan cinta nomor satu adalah misi kemanusiaan. Misi lanjutan dari perjuangan para sahabat dan sahabiyah. Atas semua berkah dan nikmat ukhuwah ini, kami sangat bersyukur. Dan rasa syukur itu kami tuangkan dalam bentuk ajakan kepada saudara-saudari seiman kami untuk lebih mengenal Islam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun dari semua kisah indah yang kualami di jalan dakwah, masih ada sesuatu yang mengganjal hatiku. Ada seseorang yang membuatku kecewa. Dulunya dia adalah seorang ikhwan yang berasal dari pesantren, kakak senior pertama yang mengajakku menapaki jalan dakwah ini, seseorang yang dulu ku kagumi. Dialah sepupuku, Kak Akmal. Aku tak tahu mengapa kini dia berubah. Langkah kakinya perlahan-lahan mulai sirna menjauhi jalan suci ini. Jejak kakinya tak lagi tampak, semangat juang dan teriakan takbirnya tak lagi membahana di sudut-sudut dinding Mesjid Kampus. Jika diibaratkan sebagai sebuah pohon, dia sudah tumbang diterpa angin kefuturan.
Sekarang aku sudah jarang melihatnya menghadiri majelis-majelis ilmu dan tak lagi hadir di lingkupan lingkaran ajaibnya. Pernah suatu ketika aku melihatnya sedang asyik berkumpul dengan beberapa orang temannya. Di saat yang bersamaan, adzan maghrib pun mulai berkumandang. Aku mencoba memperhatikannya. Dia tetap asyik dengan canda tawanya. Dia tidak lagi mempedulikan panggilan Surga itu, padahal dulu, jauh sebelum salawat untuk shalat terdengar, punggung tegapnya sudah terlihat mengisi shaf-shaf Masjid yang masih kosong. Innalillah...
Entah apa yang menyebabkan dia menjadi orang yang benar-benar asing dimataku. Asing di mata jamaah kami. Dia bukan kakak yang dulu selalu memberiku wejangan motivasi, bukan kakak yang selalu mengingatkan di kala aku lalai. Rasanya aku ingin membangunkannya dari mimpi buruk itu. Entahlah... aku masih bertanya-tanya. Apakah fatamorgana dunia begitu kuat menyilaukan mata hatinya? Ataukah dia kecewa dengan jamaah ini? Atau ada bisikan dahsyat iblis yang merasuki palung nuraninya hingga mampu membuatnya terlena bersama orang-orang Amma di luar sana? Entahlah... aku masih bertanya-tanya. Dan menunggu jawaban untuk itu.
Ya Rabb yang menguasai seluk-beluk kehidupan dan Maha membolak-balikkan hati. Sebuah doa tercurah kepada-Mu, terkhusus untuk saudara-saudari seimanku. Mohon, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (Karunia).” (QS. Ali Imran:8)
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘ Ashr:1-3)
Untuk kakakku, kami masih mengharapkan senyum dan semangatmu di medan juang ini. Aku, mereka dan dakwah ini siap merangkulmu kembali. Untuk diriku sendiri, aku berharap keistiqomahan ini tetap tertancap di relung hatiku. Jazakumullah khairan katsiran for akhi wa ukhtifillah yang selama ini telah berjuang bersama di jalan dakwah ini. Tanpa kalian dan hidayah Allah, aku hanyalah seekor semut kecil yang terlantar dan tersesat di tengah penatnya kehidupan dunia.


Aku menceritakan kisah ini bukan untuk menjadi petuah bagi kalian, melainkan petunjuk
Ketahuilah saudaraku
Ketahuilah saudariku
Kalian tidak sendiri di negeri rantau ini
Kami ada bersama kalian
Kami ada untuk menemani setiap hembusan napas kalian, setiap pijakan kaki kalian, setiap air mata haru kalian, setiap canda tawa kalian, setiap keluh kesah kalian
Jangan sungkan berbagi dengan kami
Kami ada untuk kalian dan kalian ada untuk kami
Mari kita bersama menyatukan langkah menuju ridho, cinta dan surga-Nya
TAKBIR!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar