Sepenggal kisah ini
kupersembahkan untuk saudara-saudariku yang sedang berjuang menuntut ilmu di
negeri rantau
Berharap kisah ini bisa
membawa kalian menjelajahi, merasakan dan memetik banyak hikmah, berkah serta
kebaikan dari pengalaman hidup sebagai orang asing
Simaklah kisah,
tentang....
HIJRAHKU
H
|
idup adalah
perjuangan. Benar! Hari itu aku datang sebagai orang baru di tanah yang baru.
Awal hidup yang terik kumulai di negeri rantau ini. Makassar. Nama kota itu
sangat familiar namun liar. Kota bagiku adalah hal yang asing. Sangat asing. Aku
sendiri berasal dari tempat yang jaraknya berpuluh-puluh mil dari bumi tempatku
berpijak sekarang. Perlu perjuangan keras melawan beribu ombak dan terpaan
badai yang sesekali berkunjung di tengah lautan. Aku datang dari sebuah pulau
mungil yang terkenal dengan panorama alamnya yang Subhanallah indah... Ternate.
Itulah nama daerah kelahiranku yang selama ini selalu kubangga-banggakan.
Sebelum
keberangkatanku ke Makassar, aku sempat mengalami beberapa problema hidup.
Mulai dari orang tua yang masih ragu melepasku hingga berbagai prasangka yang
beredar di kalangan warga kampung. Aku yang kata orang masih ingusan seperti
semut mana mungkin dapat bertahan di belantara yang dipenuhi pemangsa seperti
kota Makassar. Tapi tahukah kawan? Dari sekian banyak makhluk belantara, semut
kecillah yang tak pernah dilirik sedikit pun oleh harimau yang ganas, buaya
yang kelaparan, serigala yang mengaung ataupun predator lainnya. Semut kecil
terjaga karena kecerdasan, ketenangan dan kerja samanya dengan kawanannya.
Dengan segala harap, aku sangat ingin menjadi semut itu. Walaupun aku terlahir
sendiri di belantara ini, tapi aku yakin akan menemukan kawananku kelak. Aku
akan mencari mereka. Aku punya tekad yang kuat. Dan kurasa itu adalah awal yang
baik. Yah, itu lebih dari cukup buatku.
Pada
akhirnya optimisme mengantarkanku pada kerelaan orang tua melepasku untuk
menuntut ilmu di rantau orang. Awal September 2009 merupakan langkah awal dan
lembaran baru bagi kehidupanku di dunia kampus. Aku berhasil lulus dalam tes tertulis,
wawancara dan kesehatan yang ujiankan oleh pihak institusi. Aku memilih program
studi favoritku, DIII Farmasi.
Seperti
kampus-kampus lain, sebelum benar-benar resmi menjadi mahasiswa di kampus,
rintangan pertama yang harus aku lalui adalah ospek. Kata itu begitu seram
terdengar di telinga para Maba. Berbagai cerita dan pengalaman dari
senior-senior cukup membuat bulu kuduk merinding. Ngeri! Aku mencoba menabahkan
diri. Jalan ini adalah pilihanku, apapun yang terjadi aku memiliki
tanggungjawab terhadap diriku sendiri. Tapi apa yang terjadi selanjutnya
benar-benar di luar dugaan. Aku tak pernah merasakan perasaan selega ini. Saat
ospek, tak seorang pun dari seniorku yang berani menyentuh ataupun melakukan
hal tak senonoh terhadap para Maba. Subhanallah.. Sangat jauh dari prasangka
burukku. Aku tahu telah berdosa kepada mereka. Maaf kakak... Kupandangi
wajah-wajah teduh mereka satu per satu. Dari mata mereka tersirat sebuah cahaya
yang menyilaukan hati. Dari tutur kata mereka terdapat sebuah bahasa yang sulit
diungkapkan dengan kata-kata. Ternyata di belantara ini, ada sekawanan semut
yang serupa denganku. Aku penasaran.
Seminggu
kemudian, aku kembali bertemu dengan sosok-sosok itu. Mereka memasuki
kelas-kelas Maba untuk mengajak kami bersilaturahmi dengan mereka. Senyum itu
nampak lagi. Senyum dari wajah anggun perempuan berpakaian longgar dengan
jilbab yang menjuntai panjang. Senyum dari wajah tenang laki-laki berjenggot
dengan celana menggantung di atas tumit. MasyaAllah..
Mau!
Tentu saja aku mau memenuhi undangan mereka. Undangan untuk bersilaturahim
bersama aktivis dakwah kampus. Walaupun kata ‘dakwah’ itu sedikit membuatku
‘alergi’ tapi jika bersama mereka, aku mau. Maka kudatangi tempat yang menjadi
sasaran kegiatan silaturahim itu. Sambil duduk tenang sendiri aku menanti satu
per satu peserta datang. Jumlahnya lumayan juga. Acara pun dimulai beberapa
menit kemudian. Di awali dengan pembukaan hingga materi singkat yang menarik
dan menggetarkan hati. Pada akhirnya tibalah saat pembagian yang kata
kakak-kakak itu adalah lingkaran-lingkaran ajaib. Lingkaran majelis. Lingkaran
tarbiyah. Aku masih ingat. Waktu itu aku masih Amma dan tidak paham agama sama
sekali, namun aku memberanikan diri
untuk bergabung. Awalnya aku hanya merasa tentram ketika berada di dekat
mereka, terutama di dekat kakak senior akhwat yang nantinya menjadi murabbi
atau guruku. Tanpa kusadari, ternyata inilah awal langkahku menemukan kawanan
yang selama ini kucari-cari. Kawanan semut. Kawanan dakwahku.
Perlahan-lahan
aku mulai mempelajari Islam lebih dalam bersama mereka. Aku mulai mengerti
betapa urgennya shalat. Hal yang selama ini paling sulit kukerjakan dan paling
banyak bolongnya. Dengan sedikit ide gila yang tiba-tiba menjelma di kepalaku,
aku mengambil inisiatif untuk menuliskan sebuah kata motivasi berukuran besar
di depan pintu kamarku. Bunyinya seperti ini, “Ingat shalat 5 waktu! Kalau
tidak, ingat iblis berkumpul di hati dan pikiran. Waspada, aura jahat
menyerangmu!” Aku tidak tahu apakah peringatan itu menyeramkan atau sebaliknya
malah menggelikan. Yang pasti setiap orang yang membacanya akan terkekeh. Tapi
itu menjadi penyemangat bagiku. Teguran dari makhluk tak bernyawa. Karenanya,
sedikit demi sedikit aku mulai memperhatikan shalatku. Selanjutnya anjuran
murabbiku untuk melaksanakan amal yaumiyah. Loh, apa lagi itu? Amal yaumiyah
adalah amalan sunnah harian. Shalat tahajud, shalat dhuha, puasa senin-kamis,
sedekah, sampai tilawah Al-Qur’an. Pada mulanya terasa semakin berat untuk
melakukan itu semua dan hampir aku berputus asa. Tapi kemudian, segaris kalimat
dilontarkan dan sempat terlintas di telingaku. “Amal ibadah wajib menunjukkan
ketaatanmu kepada Rabb, akan tetapi amal ibadah sunnah menunjukkan kecintaanmu
kepada-Nya (kepada Allah SWT). Karena tidak banyak orang yang akan melaksanakan
amalan sunnah itu, dari sisi itulah Dia melihat kesungguhan cinta hamba-Nya
kepada-Nya.” Subhanallah.. Hatiku terketuk lagi. Ya Allah, akan kubuktikan cinta
murniku kepada-Mu.
Dari
segi pakaian, aku yang pada dasarnya sangat tidak care dengan benda bernama rok
perlahan-lahan mulai mengenakannya. Bajuku yang dulunya ketat mulai
kulonggarkan. Jilbab yang mulanya hanya kupakai sebagai hiasan kepala, kini
telah menjadi bagian penting dari kepala dan auratku. Aku juga telah
menjulurkannya hingga menutupi dada. Kakiku yang awalnya hanya dibalut sepatu
karet, sekarang sudah mulai tertutupi oleh kaos kaki sebetis. Dengan
perubahanku, aku belum berani mengatakan diriku sebagai akhwat sempurna.
Bagaimanapun juga manusia tetaplah mempunyai kekurangan. Tapi aku akan berusaha
menjadi yang terbaik.
Hari
demi hari telah kulalui di medan juang ini. Semangatku tetap membara dan
semakin berkobar di kala aku menerima undangan pembentukan kepanitiaan untuk
melaksanakan program kerja dan agenda dakwah selanjutnya. Walaupun sempat
kewalahan memanage waktu antara kegiatan akademik dan organisasi, tapi
alhamdulillah, Allah selalu punya kejutan unik untuk hamba-Nya. Dialah yang
Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk makhluk kesayangan-Nya ini. Terkadang
aku menerima kritikan dari teman-temanku. Katanya, “Untuk apa berorganisasi?
Itu hanya membuang-buang waktu. Belum lagi hanya kelelahan yang akan kau
dapatkan. Lalu bagaimana dengan tugas-tugas kuliah yang kau telantarkan?”
Menerima ungkapan itu, aku hanya tersenyum. Belum tahu dia ukhuwah kami. Justru
aku akan merasa sangat terpuruk ketika sehari saja tidak menatap senyum tulus
mereka, tidak berbagi cerita dengan mereka, tidak mendengar tauzih menentramkan
dan banyak lagi hal menarik tentang dakwah tercinta ini. Mereka adalah
keluarga, sahabat sekaligus penguat di saat dunia tak berpihak kepadaku,
menjadi sandaran ketika pundak ini mulai melemah, menjadi tongkat saat kaki
letih ini tak mampu berpijak, menjadi penenang ketika derai air mata bercucuran
tak berdaya.
Aku
bukannya ingin menyombongkan diri maupun teman-teman dakwahku. Tapi fakta
berbicara, selama ini yang kulihat kebanyakan dari golongan kamilah yang
mengukir prestasi-prestasi gemilang dari sudut akademik maupun non akademik.
Bahkan diantara senior-senior yang telah menamatkan pendidikannya, ada beberapa
orang yang berhasil mencapai predikat KUMLAUD saat wisuda.
Memang!
Menjadi seorang aktivis dakwah bukanlah hal mudah, tapi juga tidak sulit. Bukan
hal mudah karena dia membutuhkan pengorbanan. Mulai dari harta, jiwa, raga,
waktu, pikiran bahkan perhatian kita. Namun juga tidak sulit karena dakwah
adalah pekerjaan cinta. Orang yang sedang jatuh cinta, segalanya akan menjadi
lebih mudah baginya. Cinta kepada yang makruf. Cinta kepada Allah SWT.,
Rasulullah SAW., dan perkataan beliau berdua (Al-Qur’an & As-Sunnah). Dan tentu
saja yang menjadi pekerjaan cinta nomor satu adalah misi kemanusiaan. Misi
lanjutan dari perjuangan para sahabat dan sahabiyah. Atas semua berkah dan
nikmat ukhuwah ini, kami sangat bersyukur. Dan rasa syukur itu kami tuangkan
dalam bentuk ajakan kepada saudara-saudari seiman kami untuk lebih mengenal
Islam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun
dari semua kisah indah yang kualami di jalan dakwah, masih ada sesuatu yang
mengganjal hatiku. Ada seseorang yang membuatku kecewa. Dulunya dia adalah
seorang ikhwan yang berasal dari pesantren, kakak senior pertama yang
mengajakku menapaki jalan dakwah ini, seseorang yang dulu ku kagumi. Dialah
sepupuku, Kak Akmal. Aku tak tahu mengapa kini dia berubah. Langkah kakinya
perlahan-lahan mulai sirna menjauhi jalan suci ini. Jejak kakinya tak lagi tampak,
semangat juang dan teriakan takbirnya tak lagi membahana di sudut-sudut dinding
Mesjid Kampus. Jika diibaratkan sebagai sebuah pohon, dia sudah tumbang diterpa
angin kefuturan.
Sekarang
aku sudah jarang melihatnya menghadiri majelis-majelis ilmu dan tak lagi hadir
di lingkupan lingkaran ajaibnya. Pernah suatu ketika aku melihatnya sedang
asyik berkumpul dengan beberapa orang temannya. Di saat yang bersamaan, adzan
maghrib pun mulai berkumandang. Aku mencoba memperhatikannya. Dia tetap asyik
dengan canda tawanya. Dia tidak lagi mempedulikan panggilan Surga itu, padahal
dulu, jauh sebelum salawat untuk shalat terdengar, punggung tegapnya sudah
terlihat mengisi shaf-shaf Masjid yang masih kosong. Innalillah...
Entah
apa yang menyebabkan dia menjadi orang yang benar-benar asing dimataku. Asing
di mata jamaah kami. Dia bukan kakak yang dulu selalu memberiku wejangan
motivasi, bukan kakak yang selalu mengingatkan di kala aku lalai. Rasanya aku
ingin membangunkannya dari mimpi buruk itu. Entahlah... aku masih
bertanya-tanya. Apakah fatamorgana dunia begitu kuat menyilaukan mata hatinya?
Ataukah dia kecewa dengan jamaah ini? Atau ada bisikan dahsyat iblis yang
merasuki palung nuraninya hingga mampu membuatnya terlena bersama orang-orang Amma
di luar sana? Entahlah... aku masih bertanya-tanya. Dan menunggu jawaban untuk
itu.
Ya
Rabb yang menguasai seluk-beluk kehidupan dan Maha membolak-balikkan hati.
Sebuah doa tercurah kepada-Mu, terkhusus untuk saudara-saudari seimanku. Mohon,
janganlah Engkau jadikan hati kami
condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan
karuniakanlah kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkaulah Maha
Pemberi (Karunia).” (QS. Ali Imran:8)
“Demi masa. Sesungguhnya
manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal shaleh dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS.
Al-‘ Ashr:1-3)
Untuk
kakakku, kami masih mengharapkan senyum dan semangatmu di medan juang ini. Aku,
mereka dan dakwah ini siap merangkulmu kembali. Untuk diriku sendiri, aku berharap
keistiqomahan ini tetap tertancap di relung hatiku. Jazakumullah khairan katsiran for akhi wa ukhtifillah yang selama
ini telah berjuang bersama di jalan dakwah ini. Tanpa kalian dan hidayah Allah,
aku hanyalah seekor semut kecil yang terlantar dan tersesat di tengah penatnya
kehidupan dunia.
Aku menceritakan kisah
ini bukan untuk menjadi petuah bagi kalian, melainkan petunjuk
Ketahuilah saudaraku
Ketahuilah saudariku
Kalian tidak sendiri di
negeri rantau ini
Kami ada bersama kalian
Kami ada untuk menemani
setiap hembusan napas kalian, setiap pijakan kaki kalian, setiap air mata haru
kalian, setiap canda tawa kalian, setiap keluh kesah kalian
Jangan sungkan berbagi
dengan kami
Kami ada untuk kalian dan
kalian ada untuk kami
Mari kita bersama
menyatukan langkah menuju ridho, cinta dan surga-Nya
TAKBIR!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar